Sumbangan Indonesia Untuk Dunia

“ Dengan rendah hati aku mengakui: aku adalah bayi semua bangsa dari segala jaman, yang telah lewat dan yang sekarang. Tempat dan waktu kelahiran, orang tua, memang hanya satu kebetulan, sama sekali bukan sesuatu yang keramat.” Sepenggal kalimat tadi adalah sebuah petikan dari karya seorang penulis tanah air yang sepanjang hayatnya telah menorehkan tinta emas dalam dunia sastra. Tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi dunia. Melalui semua karya nya, kisah inspiratif selalu timbul bagi para insan yang dengan tulus selalu berjuang atas semua ketidak adilan. Atas semua karyanya pula, kami para pemuda akhirnya mengetahui bahwa perjuangan para pendahulu kami pada masa kolonial tidaklah mudah. Berkat karyanya pula kami para generasi penerus menyadari bahwa tongkat estafet perjuangan dari para pendahulu harus tetap diteruskan. Telah melalui berbagai peristiwa bersejarah di negeri ini sepanjang hidupnya yang dituangkan dalam bentuk karya tulisnya, beginilah kisah hidupnya..
Pramoedya Ananta Toer lahir pada tahun 1925 di Jawa tengah tepatnya di daerah Blora. Dengan kurun waktu yang sangat panjang, bisa dikatakan bahwa separuh hidup nya dihabiskan dengan mendekam di penjara. Hal itu terjadi pada tiga era pemerintahan, yaitu pemerintahan kolonial dimana Pram ditahan selama 3 tahun penjara, orde lama 1 tahun, dan di masa orde baru ia melalui 14 tahun paling melelahkan di masa hidupnya. Bahkan selama masa orde baru ia sempat mengalami empat kali pemindahan tempat tahanan yakni pada tanggal 13 Oktober 1965-Juli 1969,  Pulau Nusa Kambangan pada Juli 1969-12 November 1979, Magelang/Banyumanik pada November-Desember 1979) dan semua itu ia jalani tanpa proses pengadilan. Semua kejadian itu sebagian karena tulisan nya yang membuat pemerintah saat itu geram dan tuduhan atas keterlibatan dalam G30SPKI, hingga akhirnya pada tanggal 21 desember 1979 ia dibebaskan karena secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat dalam gerakan terlarang itu. Namun penjara tidak pernah menghalangi semangat nya bahkan walau sejengkal untuk tetap menulis. Bahkan dari balik jeruji besi pula karya-karya masterpiece dari tangan dinginnya lahir, dan karyanya yang paling sukses dan lahir dari tempat ini adalah Tetralogi pulau Burunya (Bumi Manusia. Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca). Kisah tersebut menceritakan perjuangan seorang terpelajar bernama Minke yang merupakan warga pribumi yang melawan kesewenang-wenangan pemerintah kolonial saat itu. Di bukunya yang berjudul Anak Semua Bangsa, digambarkan sang tokoh utama (Minke) yang melakukan observasi dan turun ke akar rumput yang mencari spirit lapangan dan kehidupan arus bawah pribumi melawan kedigdayaan raksasa Eropa. Berkat karya tersebut inspirasi dalam memperjuangkan keadilan di tengah kewenangan penguasa lahir. Salah satu quotesnya yang sangat terkenal adalah “Dalam hidup kita, cuman satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau kita tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini”. Kisah-kisah dalam karya tulisnya memang banyak melahirkan inspirasi tentang perjuangan, keberanian, dan keadilan dalam hidup.
Dengan segala rekam jejak dan sumbangsihnya dalam dunia sastra, berbagai penghargaan tingkat internasionalpun dianugerahkan kepadanya. Penghargaan itu diantara lain The PEN freedom-to-write Award dari PEN American center pada tahun 1988, Stichting Wertheim Award, Nederland 1992, Chancellor’s Distinguished Honor Award, University of California, Berkeley 1999. Ramon Magsaysay Award 1995, Fukuoka Cultural Grand price, Jepang pada tahun 2000, The Norwegian Authors Union 2004, New York Foundation the Arts Award, New York 2000, Centenario Pablo Neruda yang diberikan oleh Presiden Chile Senor Ricardo Lagos Escobar tahun 2004 dan masih banyak lagi. Dengan segala pencapaian itu Pram menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang namanya selalu muncul dalam daftar kandidat pemenang Nobel di bidang sastra. Tidak berhenti sampai di situ, sebanyak lebih dari 50 karya tulis lahir dari goresan penanya dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing.  
Namun dalam perjalanan kariernya sebagai penulis, hidupnya juga tak lepas dari aral melintang. Dimana pada masa orde baru serangan pada dirinya melalui media cetak selalu tertuju pada dirinya. Kontroversi juga tak lepas dari dirinya dimana ketika penghargaan Ramon Magsaysay Award banyak penulis yang menyampaikan protes kepada yayasan yang memberikan penghargaan tersebut. Alasan mereka adalah Pram tidak pantas mendapatkan penghargaan itu karena tuduhan mereka dalam keterlibatan Pram dengan lembaga kebudayaan sayap kiri di masa lalu yaitu LEKRA. Pram berpulang menghadap kepadaNYA pada April 2006 karena sakit yang dideritanya.

Walau kini raganya telah sirna, namun dengan segala yang telah ia berikan, buah pemikirannya seakan tak pernah lekang dimakan zaman. Dengan segala sumbangsih yang telah ia berikan, inspirasi dalam perjuangan selalu lahir bagi lintas generasi dimana semua tulisannya masih sangat relevan dengan kondisi bangsa saat ini. Berkat tulisan-tulisannya para generasi penerus dengan idealisme akan selalu lahir berkat inspirasi yang telah dituangkan melalui tulisan-tulisannya. Berkat karya-karyanya pula akan selalu lahir “Minke” yang lain yang selalu memperjuangkan keadilan dan nilai-nilai keluhuran. Dengan segala pencapaian yang telah diraih dan segala kontribusinya sebagai sumbangan Indonesia untuk Dunia. Pram kini telah beristirahat dalam damai dengan nilai-nilai perjuangannya yang akan selalu kami teruskan.

Sumber & Ilustrasi : Wikipedia, Anak Semua Bangsa.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Guru sang Revolusioner

Perang opini antar media dalam aneksasi Crimea